Desain profan dan sakral
Yupzz,,, di postingan gw yang kali ini berhubungan ma tugas w,,, "ayah agak grundel aja sih pas liburan gini ngomongin masalah tugas(harap maklum mahasiswa jadijadian),, tp berhubung pingin buat share pengetahuan buat kalian kalian apalah artinya grundelan w...(lebay deh) padahal copas ni tugas... bha bha,, yang ngerasa jangan ikut nggrundel ye....
gag pake luwe,gag pake ngupil dan ga pake push up(lho?)
Desain profan dan sakral
Yupzz,,, di postingan gw yang kali ini berhubungan ma tugas w,,, "ayah agak grundel aja sih pas liburan gini ngomongin masalah tugas(harap maklum mahasiswa jadijadian),, tp berhubung pingin buat share pengetahuan buat kalian kalian apalah artinya grundelan w...(lebay deh) padahal copas ni tugas... bha bha,, yang ngerasa jangan ikut nggrundel ye....
gag pake luwe,gag pake ngupil dan ga pake push up(lho?)
CEKIDOT GAN!!!
nah buat yang ini berhubungan dengan desain profan dan desain sakralA.
Desain Interior dan Eksterior Sakral
RUMAH JOGLORumah Joglo adalah rumah tradisional dari daerah Jawa yang sudah ada beberapa ratus tahun yang lalu. Kontruksi dari Rumah Joglo cukup sederhana dan tanpa menggunakan paku sedikitpun. Namun demikian kekuatannya tidak perlu diragukan lagi karena sistem sambungan menggunakan pasak dengan teknik knock down.
B.
Desain Interior dan Eksterior Profan
Hunian Minimalis
Sebagai bagian dari seni, arsitektur mengandung unsur ekspresi dalam setiap sajian desain. Sebuah ruangan dengan menonjolkan berbagai warna dan corak ikut pula mempengaruhi emosi dan ekspresi dari penghuni rumah.
Ruang tamu misalnya, dengan dinding warna cokelat teduh memberi kesan maskulin, berani yang ekspresif. Pemilihan warna itu berkombinasi apik dengan furnitur sofa warna hitam dan berbagai aksesori yang ditampilkan.
Ekspresi lembut hadir dalam pemilihan cushion sofa, karpet, dan gorden. Ini ditunjang pula oleh meja kaca berwarna perak. Adanya bunga turut mempercantik ruang duduk ini.
Warna dinding tidak monoton cokelat, disebut Naidah, sebagai pembeda fungsi bagi ruangan lainnya. Pada ruang keluarga warna dinding mendapat sentuhan hijau.
Variasi dinding menakjubkan dengan hadirnya lampu estetis. Jenis lampu berwarna ini fokus di beberapa tempat utamanya pada dinding-dinding utama.
Konsep yang ditawarkan Naidah pada rumah yang memiliki bangunan seluas 252 meter persegi itu adalah minimalis natural. Uniknya, ada beberapa motif kejutan yang tidak mengadopsi gaya minimalis.
Untuk mempertegas naturalisnya, Naidah menabur baru koral tepat di lantai pembatas ruang tamu dan ruang keluarga. Batu berwarna putih ini melintang di tengah ruangan dengan batasan keramik berwana cokelat.
Selain itu, lantai di ruang tamu juga didesain unik. Terdapat tiga kotak lantai berlair kaca yang di bawahnya tumbuh kerang dan terumbu karang laut berbagai jenis.
Pernak-pernik ini tampil menawan di ruang tamu. Kaca tebal yang dipasang menghindari kemungkinan lantai tersebut pecah.
Ketenangan di dalam rumah juga tercipta dengan hadirnya waterwall di bagian belakang. Penempatan waterwall tepat berada di samping ruang keluarga.
Gemericik air yang menyusuri dinding batu koral membawa imajinasi pemilik rumah pada suasana alamiah. Belum lagi udara yang masuk melalui void dari atas waterwall menambah kesejukan tersendiri bagi pemilik rumah.
C.
Desain Produk Sakral
Wayang KulitWAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In¬donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem¬perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Asal Usul
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe¬wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo¬nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur¬nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In-dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In¬dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa¬yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per-tunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis¬toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone¬sia halaman 987.
Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa¬yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita¬cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
D.
Desain Produk Profan
Dupa AromaterapiSeperti yang kita semua ketahui dupa dulunya hanya di gunakan umat Hindu dan Budha untuk beribadah. Tapi sekarang seiring zaman fungsi dari dupa itu sendiri pun bertambah. Dupa yang tadinya berbau aneh pun, saat ini setelah dikembangkan baunya bisa menjadi bermacam-macam dan memiliki berbagai fungsi. Selain sebagai pengharum ruangan dan relaksasi, dupa juga bias digunakan untuk kesehatan.
E.
Fashion Sakral
Kimono JepangKimono adalah pakaian tradisional negara Jepang untuk pria dan wanita yang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Baru pada jaman Edo, kimono mengalami perubahan yang sampai sekarang masih dipertahankan, yaitu lengan kimono yang sedikit lebih panjang bagi wanita yang belum menikah dan obi (sabuk lebar untuk mengencangkan kimono) yang semakin besar.
Kimono berasal dari kata Ki yang berarti mengenakan, dan Mono yang berarti pakaian. Jadi arti kimono adalah mengenakan pakaian.
Tapi kalau berbicara tentang harga dan cara pembuatannya, kimono sangat susah sekali. Kimono yang berbahan dasar sutra bisa dihargai Rp 50 juta keatas, bahkan ada yang sampai Rp 300 juta untuk satu set lengkap bersama obi, geta (sendal khusus kimono) dan aksesoris lainnya. Cara memakainya pun tidak sembarangan dan ada namanya sendiri, yaitu Kitsuke.
Makanya jangan heran kalau orang-orang Jepang sendiri tidak sanggup membeli kimono sutra. Biasanya para orangtua-lah yang mewariskan kimono sutranya. Hanya para pejabat, artis, pesumo tingkat satu dan keluarga kerajaan yang sanggup gonta-ganti kimono sutra.
Di Jepang kimono biasanya dikenakan untuk pesta pernikahan, mereka memang sewa kimono sutra perhari, tapi untuk pesta-pesta nonformal seperti festival kembang api dan pesta tahun baru, mereka membeli dan memakai yukata.
Kimono from 1938
Singkatnya, yukata adalah kimono yang bersifat kasual, lebih santai dan lebih sederhana. Yukata mengandung arti pakaian mandi, karena pada awalnya yukata hanya dipakai pada waktu sebelum dan sesudah mandi.
Tapi sekarang pemakaian yukata tidak terbatas. Kapan saja boleh dipakai. Di musim panas akan lebih banyak lagi orang yang memakai yukata karena mereka merasa sejuk.
Banyak orang tidak tahu kalau kimono itu banyak jenisnya, sesuai dengan tingkat formalitas dan status pemakainya
F.
Fashion Profan
VintagePakaian Vintage adalah istilah generik untuk pakaian baru maupun bekas yang berasal dari era sebelumnya. Ungkapan ini juga digunakan dalam kaitannya dengan outlet ritel, misalnya "Toko pakaian vintage." Hal ini juga dapat digunakan sebagai kata sifat: "Gaun ini vintage."
Meski pun begitu saat ini para desainer dunia mulai mengembangkan baju dengan model ini dengan banyak sekali perubahan. Gaya pakaian ini yang dulu termasuk dalam kategori feminim pun mulai di peruntukan untuk segala style. Meski begitu pakaian ini terus mempertahankan gaya klasiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar